Blog Apdri

Beberapa catatan sederhana

Antara Uap dan Kabut Kamojang

with 4 comments

Gerbang Kamojang dan Kawah Barecek

Perjalanan di akhir tahun 2011, namun baru sempat ditulis sekarang. Lama tidak main ke Bandung selatan, terakhir waktu mencari danau yang hilang.

Bandung selatan masih banjir, sawah-sawah terendam, air sungai naik mendekati badan jembatan,  sebagian meluap memasuki rumah penduduk sekitarnya.

Tak banyak kendaraan melalui Paseh menuju Ibun dari arah Majalaya, hanya beberapa mobil pengangkut sayur dan truk kecil. Tanjakannya sangat ekstrim, lebih panjang dan terjal daripada Nagrek, dengan tikungan-tikungan patah pula.

Sebelum masuk area wisata Kamojang ada Kawah Manuk, nanti difoto waktu pulang. Sampai di lapangan parkir Kamojang tampak banyak mobil dan bus, sepertinya datang dari arah Garut.

Lapangan parkir berpasir abu-abu hitam

Bukan kabut, melainkan uap panas dari sungai kecil yang mengalir

Papan: dilarang memasuki areal ini

Warna-warna toska

Kawah Kereta Api, desisan keras uap terdengar dari jauh

Batang bambu diselipkan, bunyi melengking seperti peluit kereta uap

Sumur geothermal yang sudah ditutup

Semburan sumur Kereta Api sungguh luar biasa, desisan memekakkan telinga waktu mendekatinya.
Botol-botol air mineral kosong dilempar ke atasnya langsung terpental seperti roket ke angkasa.

Jembatan besi yang selalu tertutup uap

Sebelah kanannya, air panas bergolak

Menuju kawah Hujan

Pengunjung mandi uap

Di atas kawah Hujan ada jalan setapak menuju hutan alam, masih banyak pohon berkayu lurus tinggi puluhan meter.

Ada kawah lagi di dasar jurang di pinggir jalan setapak, tidak kelihatan kawahnya tapi kebagian uap putihnya. Kadar belerang uap kawah-kawah Kamojang sepertinya tidak sebesar Papandayan, baunya kurang menyengat dan tidak begitu perih di mata.

Bunga terompet putih

Pakis raksasa 6 meter

Gerbang dari atas bukit

Meninggalkan area geowisata

Kawah Manuk yang selalu berasap dan berair hangat

Sebuah papan kusam menarik perhatian saya, sedikit mengungkap sejarah tempat ini.
Ternyata sumur Kereta Api dan satu lagi di dekatnya termasuk lima sumur pertama yang dieksplorasi jaman Belanda.
Selain sumur Kereta Api yang dijadikan atraksi geowisata, sisanya tidak dipakai alias diabaikan (abandoned).

Lima sumur pertama dibor sekitar 85 tahun lalu

Sumur KMJ-12 yang berhenti beroperasi

Petunjuk arah angin

Sumur KMJ-14 masih aktif

180 derajat Celcius dalam pipa berpelindung

Turun kabut dan mulai hujan deras

Sebenarnya masih ingin memotret pembangkit listrik dengan cerobong-cerobong raksasa mengepulkan uap putih,
sayang kamera mulai basah kena hujan.

Melewati persawahan banjir di daerah Sapan yang airnya berombak terkena angin,
masih berharap suatu hari negeri ini berlimpah energi bersih.

Seandainya semua panas bumi, angin, cahaya matahari, sungai-sungai dan arus laut dimanfaatkan,
subsidi listrik puluhan triliun bisa dihemat, sebagian dialihkan dananya untuk pendidikan dan Indonesia menjadi maju … 🙂

 

 

Written by apdri

5 Februari 2012 pada 05:16

4 Tanggapan

Subscribe to comments with RSS.

  1. bagus juga untuk referensi wisata kak 🙂
    mampir juga ke blog saya ya tentang wisata, tuker link juga ya. trimakasih 🙂

    http://lifeistravelling.wordpress.com

    Surya Perdana Hadi

    6 Februari 2012 at 07:12

    • blognya bagus, terima kasih sudah mampir… 🙂

      apdri

      6 Februari 2012 at 08:45

  2. akhirnya bisa kembali menikmati suguhan cerita perjalanan bro apdri…. di tunggu kisah2 selanjutnya

    Rizki Herdyan

    9 Februari 2012 at 06:38

    • menulis blog itu ternyata membutuhkan motivasi juga… 🙂

      apdri

      13 Februari 2012 at 06:31


Tinggalkan komentar